A’udzubillahiminasyaitoonirrojiim,
Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamu’alaikum
Warohmatullohi Wabarokaatuh.
Teruntuk Akhy Abdul Halim di kota
Perawang nan indah dan penuh berkah. Insya Allah.
Dear
Akhy Abdul Halim yang di rahmati Allah.
Semoga Allah menjagamu,
hatimu dimanapun antum berada.
Ana pun disini Alhamdulillah baik
dalam penjagaan dan lindungan serta limpahan rahmad Allah Subhanahu
WaTa’ala.
Sebelum antum membaca
lebih lanjut surat ini mohon maaf jika nanti dalam tulisan ini di temukan
begitu banyak kesalahan dan kekhilafan. Astaghfirullohaladzim, semoga tulisan
ini menjadi media yang tepat dalam penyampaianya tanpa ada pihak yang
tersakiti. Aamiin yaa Robb…
Akhy
Abdul Halim yang ana hormati,
Izinkan ana berbicara melalui
tulisan ini dari hati seorang Akhwat
yang tak berdaya, wanita yang lemah, sensitif, sangat perasa mohon jangan lukai hatinya.
Proses
ta’aruf merupakan suatu proses awal menuju proses selanjutnya, yaitu khitbah
dan akhirnya sebuah pernikahan. Memang tidak semua sukses sampe tahap itu. Sang
Sutradaralah yang mengatur. Semua adalah skenario dan rekayasaNya. Manusia
hanya berencana dan ikhtiar, keputusan tetap dalam genggamanNya. Tapi kita
manusia juga diberi pilihan. Hidup adalah pilihan. Mau baik atau buruk, mau
syurga atau neraka, mau sukses atau gagal, semua adalah pilihan. Namun tetap
Allah Yang Maha Menentukan. Ana yakin antum tahu itu bukan?
Akhy
Abdul Halim yang ana kagumi,
Selami hatimu sekarang, TANYAKAN, TANYAKAN PADA HATIMU SEKALI LAGI,
Benarkah engkau akan melakukan itu dengan segala konsekuensi dan
tanggung jawabnya..?? Benarkah engkau akan memegang komitmen itu..??
Mengertilah keadaan akhwat. Antum tahu, bahwa sifat kaum hawa itu lebih
sensitif. Akhwat mudah sekali terbawa perasaan. Disadari atau tidak, diakui
atau tidak, akhwat adalah makhluk yang kadang mudah sekali GeEr.
Jadi
saat kata ta’aruf atau mungkin khitbah itu keluar dari lisan seorang lelaki
baik dan sholih seperti antum, tak ada alasan bagi akhwat untuk menolak. Karena
jika akhwat menolak tanpa alasan yang jelas, maka hanya fitnah yang ada. Jadi,
tolong tanyakan lagi pada diri antum, apakah kata-kata itu memang keluar dari
lubuk hati antum yang terdalam? Apakah antum sudah memohon petunjuk kepada yang
Maha Menguasai Hati? Apa antum benar-benar siap (ilmu, iman, mental, fisik,
materi, dll) untuk menjalin ikatan suci bernama pernikahan? Sekali lagi, berhati-hatilah
dengan kata ta’aruf. Karena ta’aruf adalah gerbang menuju pernikahan.
Pernikahan yg suci dan agung, yang saksinya adalah Allah Yang Maha Melihat dan
Para Malaikatnya yg mengamini.
Proses ta’aruf’
menuju pernikahan memerlukan sebuah rentang waktu tertentu. Bila diibaratkan
ta’aruf adalah pintu halaman rumah antum dan pernikahan adalah pintu rumah
antum, kemudian timbul pertanyaan, berapa jauhkah jarak pintu gerbang menuju
pintu rumah antum? padahal selama perjalanan akan banyak cobaan menghadang. Bunga-bunga
indah di halaman rumah antum bisa membuat akhwat terpesona. Kolam ikan yang
indah juga membuat akhwat terlena. Ingin sekali akhwat memetiknya, ingin sekali
akhwat berlama-lama di sana menikmati keindahan dan kenikmatan yang antum
sajikan. Tapi tidak berhak, karena belum mendapat izin dari si empunya rumah.
Akhwat
ingin segera mencapai sebuah keberkahan, tapi di tengah jalan antum menyuguhkan
keindahan-keindahan yang membuat akhwat lupa akan tujuan semula. Lebih
menyakitkan lagi jika antum membuka gerbang itu lebar-lebar dan akhwatpun
menyambut panggilan antum dengan hati berbunga-bunga. Tapi setelah akhwat
mendekat dan sampai di depan pintu rumah antum, ternyata pintu rumah antum
masih tertutup. Bahkan antum tak berniat membukakannya. Saat itulah hati akhwat
hancur berkeping-keping.
Setelah
semua harapan terangkai, tapi kini semua runtuh tanpa sebuah kepastian. Atau
mungkin antum akan membukakannya, tapi kapan? Antum bilang jika saatnya tepat
dan jika Allah memberi jodoh bahkan antum katakan kalau jodoh tak akan kemana.
Lalu antum membiarkan akhwat menunggu di teras rumah antum dengan suguhan yang
membuat akhwat kembali terbuai, tanpa ada sebuah kejelasan. Jangan biarkan
akhwat berlama-lama di halaman rumah antum jika memang antum tak ingin atau belum
siap membukakan pintu untuknya. Akhwat akan segera pulang karena mungkin saja
salah alamat. Siapa tahu rumah antum memang bukan tempat berlabuhnya hati
mereka. Ada rumah lain yang siap menjadi tempat bernaung mereka dari teriknya
matahari dan derasnya hujan di luar sana.
Mereka
tak ingin mengkhianati calon suaminya yang sebenarnya. Di istananya ia menunggu
calon bidadarinya. Menata istananya agar tampak indah. Sementara dia berkunjung
dan berlama-lama di istana orang lain.
Semoga
pesan ini bisa menjadi bahan renungan antum, calon qowwam kami (para akhwat)
dalam mengarungi bahtera rumah tangga Islami yang akan melahirkan generasi
penyeru dan pembela agama Allah. Akhirnya ana minta maaf, afwan jiddan bila
dalam pesan ini ada hal-hal yg kurang baik dan benar..
Akhy Abdul halim, dengakan jerit hati ini,
“Aku
bukanlah seorang gadis muslimah yang cerewet dalam memilih pasangan hidup.
Siapalah diriku ini berani untuk memilih permata sedangkan aku hanyalah sebutir
pasir yang wujud di mana-mana.
Tetapi
aku juga punya keinginan seperti wanita solehah yang lain, dilamar lelaki yang
punya sikap, lelaki yang siap berkomitmen, lelaki yang mau berjuang, lelaki
yang adil, lelaki yang bisa menjadi pelindungku, lelaki yang menjadi raja dalam
hatiku, lelaki yang menghormatiku, keluargaku, lelaki yang bakal dinobatkan
sebagai ahli syurga, memimpinku ke arah tujuan yang satu..yaitu Ridho Allah
Subhanahu WaTa’ala.
Permintaanku tidak banyak. Cukuplah engkau menyerahkan seluruh
dirimu pada mencari ridha Illahi. Aku akan merasa amat bernilai andai dapat
menjadi tiang penyangga ataupun sandaran perjuanganmu. Bahkan aku amat
bersyukur pada Illahi kiranya akulah yang ditakdirkan meniup semangat juangmu,
mengulurkan tanganku untukmu berpaut sewaktu rebah atau tersungkur di medan
yang dijanjikan Allah dengan kemenangan atau syahid itu. Akan kukeringkan darah
dari lukamu dengan tanganku sendiri. Itu impianku.
Namuun…
yang terjadi saat ini adalah kehampaan, kepedihan, keraguan, kekecewaan, dimana
tanggung jawabmu? dimana komitmenmu itu? Sudahkah kau berjuang? Sadarkah kalau
telah antum melukai perasaan akhwat yang lemah ini?
Semua
adalah skenario dan rekayasaNya. Manusia hanya berencana dan ikhtiar, keputusan
tetap dalam genggamanNya. Tapi kita
manusia juga diberi pilihan. Hidup adalah pilihan. Mau baik atau buruk, mau
syurga atau neraka, mau sukses atau gagal, semua adalah pilihan. Namun tetap
Allah Yang Maha Menentukan. Ana yakin antum tahu itu bukan?
Akhy dengarkan isi hati ini,
Baiklah,
akan ana uraikan satu persatu-satu, semoga ini bisa menjadi renungan untuk
antum dan menjadi pelajaran untuk ana atas segala kelemahan dan ketidak
berdayaan ana menjaga hati dan perasaan ana.
Masih
sangat jelas dalam ingatan ana proses itu, kali ini akan ana ingat lagi.
Pertama, 05 November 2013
Silahkan di baca dan di ingat-ingat lagi. Pada tanggal
5 Novemeber 2013.
Akhy… ana tidak akan mampu memulai jika antum tidak
memulainya, betapa lemahnya diri ini, betapa mudahnya Ge er hati ini. Kemudian
itu berlanjut tanggal 06 November 2013 dalam inbox.
Kedua, 15 November 2013
Ketiga, 23 November 2013
Dan
kali ini berlanjut juga berlanjut di inbox, Apakah antum masih ingat? Wallohu
‘alam
Baiklah akan ana
ingatkan,
Pembicaraan
itu terus berlanjut sampai pada akhirnya, Jlleebb.. lagi2 hatiku ini lemah.
Namun
antum masih terus mengirim pesan ke dalam inbox ku.
Keempat, 30 November 2013
Pesan itu datang lagi,
antum tahu dari siapa? Pesan dari antum, antum ingat pesan itu ? seolah-olah
memang sedang memberi harapan.
Kelima, 02 Desember 2013
Pesan
itu juga datang, itu darimu akhy… atas nama Liem Qyong
Masihkan antum ingat
proses itu???
Saat
itu antum meminta untuk saling bertukar biodata. Hari itu juga ana kirimkan
Biodata yang antum minta. Tepat tanggal 04 Desember antum juga mengirimkan
biodata antum. Hanya berharap kepada Allah semoga Ta’aruf yang ana lakukan ini
tidak sia-sia. Saat itu juga ana berkomitmen untuk sabar dalam penantian sampai
antum benar-benar siap dan selesai dari tugas-tugas yang sedang antum kerjakan
kala itu. Antum ingatkan saat itu kalau antum sedang menyelesaikan Skripsi
antum? Ana yakin antum sangat ingat.
Dan
pembicaraan itu pun berlanjut sampai pada proses nazor. Kita sepakat nazor 25
Desember 2013 di Sei Kencana di kediaman Bang Iwan dan istri.
Semua
proses itu kita lalui, berharap Allah memberi jalan atas niat baik ini, yaitu
pernikahan yang di ridhoi Allah.
Semua
berjalan baik, terus terang ana berkesan dengan antum, namun wallohu’alam jika
antum tidak berkesan dengan ana, Bang Iwan baik, begitu juga dengan Kak Ani,
ana bersyukur mereka menerima ana dan dengan baiknya, mereka mendekatkan ana
dengan antum. Semoga Allah membalas semua jasa yang telah mereka lakukan. Aamiin…
Sampai
pada waktunya Allah memberi kesempatan kepada kita untuk berbicara. Sungguh sampai saat ini ana belum lupa
obrolan kita waktu itu, ba’da isya di Kencana. Masih ingatkah engkau akhy?
Rencanamu meng khitbahku di bulan Maret? Wallohu’alam.
Aku
tak meminta itu, kata-kata itu keluar dari antum sendiri. Antum tidak
mengingkari ini bukan?
….
Jika
proses itu ana tulis dalam kata, ana kasihan dengan keyboard yang ana gunakan
ini akan ikut menangis dan jika ia punya hati, mungkin hatinya akan terkoyak.
Ketahuilah
akhy,,, hati ini bukan baja bukan besi hati ini juga bisa hancur…
Keenam,
31 Januari 2014
Ketujuh, 01 Februari 2014
Kala
itu pertama kali antum menelpon ana, menyampaikan bahwa antum belum siap untuk
mengkhitbah ana dengan alasan skripsi yang belum kelar. Bagiku itu tak masalah
ku coba untuk melapangkan hati dan menerima itu. Aku memilih untuk bersabar dan
berkomitmen untuk setia menunggu mu sampai antum benar-benar siap. Pernahkah
engkau fikirkan dan engkau rasakan perasaan ku? Wallohu’alam
Antum
tidak menghargai kesabaranku dalam menunggu, bahkan lebih menyakitkan lagi saat
antum mempersilahkan ana untuk memilih yang lain. Masya Allah… ana tak habis
fikir dengan ucapan antum itu. Antum sama sekali tidak ingin mempertahankan ta’aruf
yang sudah kita lakukan itu? Antum fikir ta’aruf ini hanya permainan? Begitu
mudahnya antum mempersilahkan ana memilih yang lain.
La
ilahailla anta subhanaka inni kuntu minadzolimiin,,,,
Ana
terus bersabar dalam penantian, namun sikap antum terhadap ana benar-benar
membuat ana merasa di permainkan. Sampai pada akhirnya ana beranikan diri untuk
menelpon antum. Tahukan engkau wahai akhy?
Aku berjuang disini. Mempertahankan taaruf ini. aku hanya tak ingin ini
sia-sia, nazor yang sudah di lakukan, Jarak yang cukup jauh, menyita waktu,
kesempatan, apakan antum pernah fikirkan itu? Entahlah.
28
Maret 2014, kuberanikan diri menekan tombol nomer telponmu, ku sampaikan isi
hatiku, jeritan hatiku, ku luapkan semua. Ana tak tahu apa yang ada dalam
fikiran antum saat itu. Yang ana tahu hanya, ana ingin menyampaikan ini semua. Agar
engkau tidak gantungkan daku. Jangan gantungkan daku tanpa tali. Hanya itu.
“
Jika memang antum tidak tertarik dengan ana, tidak ada niatan dengan ana, kenapa
pernah antum ucapkan khitbah itu? Ana hanya ingin kejelasan saat itu. Kalau
memang tidak ada ketertarikan terhadap ana, katakan sebenarnya dan ana akan
mundur teratur ”.
Semua
memang Kehendak Allah, Skenario Allah, tapi kita lah yang memilih jalan, bukan
hanya pasrah dengan ketentuan Allah tanpa usaha. Itu yang ingin ana sadarkan
padamu akhy… saat itu.
Alhamdulillah
malam itu kita sepakat untuk berkomitmen untuk saling menguatkan dan berjuang
sampai ke pernikahan. Perlu antum ketahui betapa sulitnya menjaga hati ini,
betapa banyaknya ujian yang datang dalam penantian ku ini, menanti engkau
akhy,,,
Aku
pun tahu itu tidak mudah bagimu untuk menjaga amanah ini,.. begitu juga
denganku.
Masih
ingat kah engkau akhy??? Komitmen itu? Perjuangan hubungan kita ini???
Tanggal
09 April 2014, Perawang – Duri, itu bukan jarak yang dekat menurutku,
perjalanan jauh, berbahaya, beresiko namun antum datang bertemu dengan ibuku,
menyampaikan niat bahwa engkau ingin menikahiku. Engkau tahu akhy? Betapa
girangnya hati ini ketika itu. Ku lihat perjuangan dimatamu. Aku berjanji dalam
hatiku, aku akan terus berusaha untuk menguatkanmu, berjuang bersamamu untuk niat baik itu.. Allah baiik
sekali, Allah mudahkan urusan pertemuanmu dengan ibuku.
Allohu Akbar Allohu Akbar Allohu Akbar…
Aku
selalu berdoa untuk kelancaran semua urusanmu, urusanku, urusan kita.
Sidang
Skripsi 19 April 2014,
Tak
henti-hentinya hati ini berdoa untuk kelancaran sidangmu, Alhamdulillah engkau
memberi kabar padaku bahwa sidangmu berjalan dengan baik walau ada sedikit
problem namun masih bisa di atasi. Alhamdulillah, Allohu Akbar.. Aku turut
berbahagia. Bagaimana tidak, perjuangan VII Semester telah engkau lalui dengan
baik. I PROUD OF YOU. Aku bangga padamu.
Saat
itu perjuangan di dada kita semakin menyala, Allah baiiiikk sekali, Allah
mudahkan segalanya. Sidang Skripsi mu lancar, hatiku di kuatkan oleh Allah dalam
segala ujian dariNya. Aku mellihat engkau benar-benar berkomitmen untuk
mengusahakan niat kita itu.
Sampai
pada suatu ketika, Timbul masalah baru. Masalah yang aku juga bingung
dengannya.
Ternyata
Kakak Ipar antum, Kak ani kurang suka dengan hubungan kita ini. Allohu Akbar…
Apalagi
ini….???? Bukankah ini semua ide kak Ani dan bang Iwan untuk menyatukan kita??
Ternyata
masalahnya 2 tahun yang lalu tentang fitnah yang menyebar di Kencana, dan yang
tersangka adalah ibuku. Tapi kenapa masalah ini timbul ketika proses pernikahan
semakin dekat, hubungan semakin baik? Apa makna dari semua ini? apakan ini cara
agar aku dan engkau di pisahkan? Wallohu’alam.
Ku
fikir masalah ini sudah selesai, kak ani dan bang iwan juga bijak menghadapi
omongan murahan yang tidak benar. Tapi ternyata aku salah. Kak ani masih merasa
sakit hati tentang gossip itu.
Ketika
gossip itu menyebar aku sudah coba jelaskan ke kak ani bahwa itu omongan tidak
benar, ibuku juga sudah jelaskan omongan itu tidak pernah keluar dari mulutnya.
Dan kak ani dulu juga sudah tidak mempermasalahkan lagi. Tapi kenapa
akhir-akhir ini menjadai masalah? Allohu musta’an…
Akhy Abdul Halim yang baik hatinya..
Ana
ini anak kandung dari ibuku, ana tahu persis sifat dan kelakuan ibuku, Bagaimana
mungkin beliau yang mengajarkan ku tentang kebaikan, kepercayaan, kelembutan,
kesopanan, bahkan beliaulah yang mengajarkanku huruf demi huruf kalam Allah
yang menjadi pedoman hidup ku sebagai seorang muslimah, beliau bukan orang
sembarangan, beliau bukan orang yang mau menyebarkan fitnah murahan seperti
yang mereka tuduhkan kepada beliau. Dan asal antum tahu, berita itu menyebar
setelah ibuku sudah pindah dari Kencana. Bisa sajakan bahwa berita itu sengaja dibuat karena orangnya
sudah tidak ada? Dan ana bisa pastikan orang yang menyebar berita itu bukan
orang baik-baik. Dan antum tahu siapa bang Iwan bukan? Bang Iwan itu sudah
seperti anak kandung ibuku. Beliau yang memasakkan makanan untuk bang Iwan.
Bungkuskan bontotnya, mengurusnya ketika sakit, memperhatikanya. Logikanya,
mungkinkah orang tua apalagi ibu, mau menyebarkan gosip murahan yang bisa
melukai hati anaknya? Tidak ada ibu seperti itu di dunia ini. Tanyakan hatimu
akhy??? Ibuku sampai menangis menyampaikan ini padaku. Sanggupkah engkau
melihat ibumu menangis di depanmu karena tersangka yang bukan perbuatanya????
Aku tak sanggup akhy. Wallohi aku tak sanggup..
Tanyakan hatimu akhy. Tanyakan… !!!!
Ibuku
sudah coba jelaskan ke kak ani. Tapi tetap kak ani belum memaafkan. Bahkan tak
mau berbicara dengan ibuku juga denganku. Apakah ini juga salah ku? Kenapa
kebaikan yang selama ini sudah di berikan ibuku hilang hanya karena omongan
orang yang tidak benar? Kenapa kak ani dan bang Iwan tidak bisa melapangkan
hati? Begitu tinggikah hati mereka?? Tak bisakah mereka membuka mata
lebar-lebar? Ana tidak bermaksud membela atau menyalahkan siapa-siapa disini.
Namun ana hanya ingin membuka mata dan hatimu akhy….!!!
Apa
hanya karena masalah ini, masalah yang tidak ada hubunganya dengan proses
pernikahan kita menjadi musuh dan menjadi penghalang pernikahan kita?? Bukan
hanya kak Ani dan bang Iwan yang kena beban mental disini, bukan hanya mereka
yang sakit hati, ibuku juga. Kehilangan anaknya yang dulu. Tertuduh dengan apa
yg bukan dia perbuat. Hadzihi fitnah, hadzihi fitnah… Apakah engkau pernah
fikirkan itu akhy?? Bagaimana jika posisi ku dan ibuku berada pada posisimu???
Dan
apakah bang Iwan dan kak Ani tidak kasihan melihat hubungan kita yang kita
tidak tahu menahu masalah mereka menjadi korban? Hati ku ini hancur akhy..
sakit. Sudah tersayat kau siramkan air jeruk diatasnya, bisakah antum rasakan..??
Kenapa mereka tidak berbesar hati?? Dan
mengapa engkau malah menyakitiku?? Lupakah engkau dengan komitmen itu? Tidakkah
engkau sadar kalau engkau mengecewakanku? Apakah itu yang rosul ajarkan pada
pengikutnya??? Diamana implementasi ilmu mu akhy??? Dimana?? Afwan kalau ana
terkesan menyudutkanmu. Tapi inilah curahan hatiku. Kalau engkau sudi bacalah.
Jika tidak campakkan dan buang jauh jauh bahkan bakar bila perlu.
Akhy…
Bahkan antum sendiri menyuruh ibu ana untuk mengklarifikasi lagi masalah ini.
secara tersirat berarti antum percaya kalo ibu ana menjadi tersangka. Aku tak
menyangka begitu rendah dan picik pemikiranmu akhy… itu ibuku, calon mertuamu.
Sangggup engkau memperlakukanya seperti itu. Allohu Akbar. Aku tidak akan
membiarkan ibuku di perlakukan seperti itu. Ini kehormatan keluargaku.
Kehormatan ibuku. Ibuku itu orang tua akhy,,, bukan seumuran ana atau antum
yang bisa kita atur harus mengklarifikasi masalah yang bukan dia pelakunya.
Kenapa kak Ani dan bang Iwan tidak mau menanyakan langsung? Atau ini hanya
alasan agar hubugnan kita tidak berlanjut…? Atau ini hanya alasan antum untuk
tidak menikahi ana?? Katakan sejujurnya.
Akhy…
setelah begitu banyak proses yang kita lalui, ana sudah cukup bersabar, ana
sudah cukup mengalah, ana juga tahu bahwa antum juga berjuang untuk itu. Antum
juga berkorban untuk niat kita itu. Akhy…….
Bang
Ardi minta ana berkunjung ke Pekanbaru ana turuti, ana bersedia, ana pergi
kesana, berharap agar semua perjalanan panjang yang kita lalui bisa segera di
temukan titik terangnya berharap semoga semuanya ridho, semua senang. Namun
segitulah kesanggupan ana akhy...
Sekarang ini, ana kasih antum
pilihan.
1.
Tetap
maju menikahi ana dengan atau tanpa restu bang Iwan atau kak Ani.
Kalau
antum serius ingin menikah dengan ana, seharusnya antum meyakinkan mereka
dengan pilihan antum. Kenapa antum tidak punya sikap? Kenapa antum tidak komit?
Antum itu laki-laki … !!!!
Apakah
antum ingat dengan BBM yang pernah ana tanyakan ke antum waktu itu?? Begini isi
BBM nya, silahkan di cek kalo tidak percaya,
Wulan
Ainun Mahya : Akhy, bagaimana jika ada salah satu keluarga antum tidak setuju
dengan hubungan kita ini?
Halim
Abdul : Kan hanya satu, yang lain setuju kan? Ana
akan berusaha meyakinkan keluarga ana dengan pilihan ana ukh… kita komitmen
kan?
Masihkah
engkau ingat akhy?? Dimana ucapanmu itu? Dimana perjuanganmu itu? Kenapa dengan
mudahnya engkau mengatakan kalau jodoh tak akan kemana, dan bla bla bla… kenapa
engkau tidak menepati janjimu. Kenapa akhy lupa dengan apa yang akhy ucapkan. Aku benar-benar
kecewa padamu akhy… mana Sunah yang engkau pegang? Adakah Rosul mengajarkan
engkau menjadi orang yang tidak menepati janji?? Dimana keseriusanmu itu????
Bagaimana ana akan mempercayakan masa depan ana dengan orang yang tidak bisa
menepati janji.????
Akhy….
Bagaimanapun kita juga akan terus perbaiki hubungan itu. Tidak akan mungkin
masalah itu terus berlarut larut akhy… antum menjaga perasaan bang Iwan dan Kak
Ani, tapi apa antum menjaga perasaan ku dan ibuku? Keluargaku?
Antum
harus adil disini… antum sebagai Qowwam harus bisa memilah dan memilih mana
masalah yang kita bisa masuk di dalamnya mana masalah yang kita tidak perlu
masuk di dalamnya. Toh yang menikah itukan ana dengan antum, kita juga akan
terus usahakan memperbaiki hubungan yang sempat tidak baik ini, Idealnya memang
harus di perbaiki dulu sebelum kita nikah. Siapa sih yang tak mau pernikahan berjalan
lancer, semuanya baik, semua ridho, semua keluarga senang dan bahagia. Tapi
kembali lagi akhy… tidak semua bisa sesuai yang kita harapkan. Namun, jika
antum memaksa ana untuk memohon kepada ibu ana untuk mengklarifikasi dan minta
maaf ke bang Iwan dan Kak ani, ana katakan ana tidak mampu, ini kehormatan
keluarga, kehormatan ibuku, jika ana mengabulkan permintaan antum berarti ana
setuju kalau ibu ana penyebar gosip murahan itu. Ana percaya dengan ibu ana.
Dan ana yakin, jika antum berada di posisi ana, antum akan melakukan hal yang
sama, Itu pilihan pertama.
2. Mundur dari sekarang, hentikan
ta’aruf ini.
Ana
tidak tahu persis apa yang ada di dalam hati antum. Hanya Allah yang tahu isi
hati hambaNya. Jika memang selama perkenalan ini banyak antum temukan keburukan
ana, ketidak sesuaian kriteria antum terhadap ana Wallohu’alam. Ana memang
bukan wanita yang sempurna akhy, ana masih begitu banyak kekurangan ilmu, ana
masih butuh banyak mempelajari ilmu syar’i, masih perlu banyak merenung dan
perlu banyak belajar, ana tidak cantik, tidak kaya, tidak bertittle, tidak dari
keluarga terpandang, orang tua ana hanya petani yang sangat sederhana, hidup
kami memang susah, tapi kami bersyukur dengan segala nikmat yang telah Allah
berikan kepada kami. Tapi perlu antum ingat baik-baik, walaupun ana sangat
banyak kekurangan. Tapi ana bukan wanita murahan, Insya Allah ana terjaga dan
semoga ana mendapatkan imam yang mau menjaga ana, melindungi perasaan ana bukan
menyakiti ana. Dan semoga ana bisa menjadi istri yang menjadi penyejuk hati
suaminya kelak, mejadi menantu yang baik dan ibu terbaik untuk anak2ku kelak. Mungkin memang dari sekarang ini lah ta’aruf
ini di hentikan. Walaupun dengan alasan tidak ada restu bang Iwan dan kak Ani.
Tapi sebagai muslim yang baik, ana berharap antum jujur disini, apa yang harus
ana perbaiki dari diri ana? Dimana kekurangan ana? Agar nantinya ada ikhwan
yang mau menikah dengan ana, dengan segala kekurangan ana, mohon di jelaskan
sejelas jelasnya akhy… agar ana ikhlas melepaskan antum nantinya. Agar tidak
ada kekecewaan di hati ana.
Ana
kira cukup sudah curahan hati ana ini, ana berharap semua bisa kita bicarakan
baik-baik, jika engkau memilih pilihan nomer 2 akan berhenti dengan ta’aruf ini
dan memilih pihak abang antum dan kakak ipar antum silahkan, ana tidak memaksa.
Itu privacy antum, hak antum. ana bukan siapa-siapa disini. Dengan berakhirnya
semua ini berarti perjalanan yang cukup panjang ini berhenti sampai disini dan
segala pengorbanan juga berhenti sampai disini. Kita berkenalan dengan baik berpisah
juga dengan cara yang baik. Mungkin sampai disinilah komitmen yang telah kita
bangun dan kita pertahankan. Sebelum antum memilih istikhoroh dulu yaa.. Semoga
Allah menunjukan jalan terbaik dari masalah ini. Aamiin Aamiin Allohumma
Aamiin.
Akhirnya
dengan memohon ampun kepada Allah dan mengharap ridho Allah ana memohon maaf
atas segala kesalahan dan kekhilafan kata dan kalimat yang kurang berkenan.
Semua ini ana buat hanya untuk mencurahkan isi hati ana yang pedih.
Apapun keputusan antum akan ana
terima dengan kelapangan hati dan keikhlasan. Jaga diri baik-baik yaa.., dan
semoga bisa menjadi Imam dan lelaki yang siap berkomitmen, lelaki yang mau
berjuang, lelaki yang adil, lelaki yang bisa menjadi pelindung keluarga, lelaki
yang bakal dinobatkan sebagai ahli syurga, bisa memimpin ke arah tujuan yang
satu..yaitu Ridho Allah Subhanahu WaTa’ala dan semoga mendapatkan istri yang
bisa menjadi menjadi tiang penyangga ataupun sandaran perjuanganmu, meniup
semangat juangmu, mengulurkan tangannya untukmu berpaut sewaktu rebah atau
tersungkur di medan yang dijanjikan Allah dengan kemenangan atau syahid itu.
Wassalamu’alaikum
Warohmatullohi Wabarokaatuh.
Salam,
Wulan Suci Kurniati
Wanita yang jauh dari kesempurnaan